Sabtu, Desember 27, 2008

LUBANG RESAPAN BIOPORI

Pendahuluan

Banjir adalah fenomena alam yang terjadi sebagai akibat lebih banyaknya bagian air hujan yang jatuh di suatu area yang mengalir dipermukaan lahan. Bagian air hujan yang menjadi aliran permukaan ini akan berakumulasi sehingga dapat menyebabkan banjir di bagian hilir area tersebut.

Secara alamiah air hujan yang jatuh di suatu permukaan lahan akan terbagi menjadi (1) aliran permukaan dan (2) air infiltrasi (bagian air yang meresap kedalam tanah dan kelak menjadi cadangan air bawah tanah). Sifat permukaan lahan menjadi penentu utama rasio jumlah air hujan yang mengalir di permukaan lahan dan yang meresap kedalam tanah.

Pada kondisi alamiah, seperti daerah berhutan alami, sifat permukaan lahannya selalu terjaga akibat berbagai aktifitas organisme di permukaan lahan yang membuat lubang-lubang biori. Aktifitas organisme diatas memdapat dukungan pasokan energi berupa makanan yang berasal dari serasah (bahan organik) pepohonan yang jatuh dan sisa tanaman lainnya. Kondisi ini akan menyebabkan kemampuan permukaan lahan untuk meresapkan air sangat tinggi sehingga hampir semua air hujan yang jatuh diatasnya diresapkan kedalam tanah.

Dewasa ini manusia banyak melakukan perubahan pada sifat permukaan lahan, diantaranya dengan membangun lapisan kedap di atasnya berupa tapak bangunan (rumah, perkantoran, dan fasilitas umum), jalan dan pengerasan lain, sehingga bagian air hujan yang masuk kedalam tanah semakin banyak berkurang dan bagian air hujan yang menjadi aliran permukaan semakin meningkat. Perubahan porsi bagian hujan yang menjadi aliran permukaan ini menjadi pemicu utama terjadinya banjir.

Agar bagian air yang meresap kedalam tanah dapat ditingkatkan, terutama di area-area dimana pengerasan sudah dilakukan, perlu dilakukan kompensasi terhadap lapisan kedap tersebut dengan membuat resapan air buatan dengan menggunakan teknik lubang resapan biopori

Lubang Resapan Biopori.
Setiap bidang lahan secara alami mempunyai fungsi hidrologis yaitu meresapkan air hujan yang jatuh di permukaan lahan. Air hujan yang meresap kedalam tanah akan menjadi cadangan air di daerah perakaran tanaman (ditahan dalam pori mikro) dan kelebihannya akan bergerak ke bawah melalui pori makro mengisi cadangan air bawah tanah. Fungsi hidrologis ini secara alamiah dapat dipertahankan secara terus menerus karena adanya vegetasi yang tumbuh menutupi permukaan tanah serta aktivitas beraneka ragam biota yang hidup di dalam tanah.

Bagian atas (tajuk) tanaman dapat menahan sebagian air hujan melalui proses intersepsi. Tajuk tanaman dan serasah organik yang dihasilkan akan dapat melindungi permukaan tanah dari tumbukan langsung butir hujan, sehingga agregat dan pori tanah tidak rusak. Air yang sampai ke permukaan tanah dapat meresap ke dalam tanah melalui pori makro di antara agregat tanah dan terowongan-terowongan kecil yang dikenal dengan biopori (biopore). Akar tanaman dan fauna tanah (seperti cacing tanah, rayap, semut dan sebagainya) mampu menciptakan biopori berupa lubang silindris yang sangat efektif menyalurkan air dan udara ke dan di dalam tanah.

Dibandingkan dengan pori makro di antara agregat tanah, biopori bersifat lebih mantap karena diperkuat oleh senyawa organik, serta tidak mudah menutup karena proses pengembangan tanah akibat pembasahan. Karena dibentuk secara aktif oleh biota tanah maka jumlah biopori akan terus bertambah mengikuti perkembangan akar tanaman serta peningkatan populasi dan aktivitas fauna tanah.

Konversi penggunaan lahan menjadi pemukiman menyebabkan fungsi hidrologis tanah terganggu. Sebagian permukaan lahan menjadi kedap karena tertutup tapak bangunan, jalan, dan pengerasan lainnya Bagian lahan terbuka juga mengalami proses pemadatan, dan biopori berkurang karena berkurangnya tanaman dan fauna tanah sebagai pelaku pembuat biopori di dalam tanah. Hal ini mengakibatkan sebagian besar air hujan tidak lagi meresap ke dalam tanah dan bahkan dibuang melalui saluran drainase. Peningkatan jumlah air hujan yang mengalir di permukaan tanah karena berkurangnya laju peresapan air ke dalam tanah, akan menyebabkan banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau, serta berkurangnya cadangan air bawah tanah.

Teknologi konvensional yang telah diperkenalkan untuk peresapan air di kawasan pemukiman adalah pembuatan sumur resapan. Sayangnya dengan teknologi seperti ini tidak semua orang dapat menerapkannya. Sumur resapan memerlukan dimensi cukup besar, sebagian dindingnya perlu dibuat penguatan serta perlu diisi dengan pasir, kerikil, dan ijuk; hal ini dilakukan untuk menghindari longsornya dinding resapan. Bahan pengisi seperti itu tidak dapat digunakan oleh biota tanah sebagai sumber energi dalam penciptaan biopori. Oleh karena itu dalam kasus sumur resapan biopori boleh dikatakan tidak akan terbentuk.

Penyumbatan permukaan resapan oleh bahan-bahan halus yang terbawa air dan tersaring oleh ijuk sehingga menyumbat rongga diantara ijuk sangat beresiko terjadi, hal ini akan menyebabkan laju peresapan air menjadi berkurang. Pengumpulan volume air yang cukup besar dalam sumur resapan menyebabkan beban resapan relatif besar. Beban resapan adalah volume air yang masuk dalam lubang dibagi luas permukaan resapan (dinding dan dasar lubang). Beban resapan akan meningkat sejalan dengan peningkatan diameter lubang. Peningkatan beban resapan mengakibatkan penurunan laju peresapan air karena terlalu lebarnya zone jenuh air di sekeliling dinding lubang, apalagi bila sebagian permukaan resapan dikedapkan dengan penguat dinding.

Mengingat kebutuhan air yang terus meningkat dan sumber air utama berasal dari curah hujan, perlu diupayakan rekayasa teknologi peresapan air tepat guna yang dapat efektif meresapkan air hujan ke dalam tanah. Peresapan air hujan yang efektif akan dapat memelihara kelembaban tanah, dan menambah cadangan air bawah tanah (ground water). Dengan demikian akan dapat mencegah banjir dan keretakan tanah yang memicu terjadinya longsor; serta dapat mencegah penurunan permukaan tanah (subsidence) dan intrusi air laut karena kosongnya pori tanah akibat pemanenan air bawah tanah yang berlebihan.

Peresapan air ke dalam tanah dapat diperlancar oleh adanya biopori yang diciptakan oleh fauna tanah dan akar tanaman. Untuk menyediakan lingkungan yang kondusif bagi penciptaan biopori di dalam tanah perlu disediakan bahan organik yang cukup di dalam tanah. Untuk memudahkan pemasukan bahan organik ke dalam tanah perlu dibuat lubang silindris ke dalam tanah. Pembuatan lubang silindris akan menjadi simpanan depresi yang dapat menahan sementara aliran permukaan untuk memberi kesempatan meresap ke dalam tanah. Dinding lubang silindris menyediakan tambahan permukaan resapan air seluas dinding lubang yang dibuat. Bila lubang silindris diisi sampah organik, maka permukaan resapan tidak akan mengalami kerusakan atau penyumbatan karena dilindungi oleh sampah organik.

Kumpulan sampah organik yang tidak terlalu besar dalam lubang silindris akan menjadi habitat yang baik bagi fauna tanah terutama cacing tanah yang memerlukan perlindungan dari panas matahari dan kejaran pemangsanya, serta memperoleh makanan, kelembaban dan oksigen yang cukup. Untuk meminimalkan beban lingkungan oleh adanya pengumpulan volume air dan sampah organik di dalam lubang, maka dimensi lubang tidak boleh terlalu besar, atas beberapa pertimbangan teknis seperti:

(1) kemudahan pembuatan dan pemeliharaan lubang,
(2) pengurangan beban resapan,
(3) kemudahan penyebaran guna pengurangan beban lingkungan, dan
(4) kecukupan ketersediaan oksigen bagi fauna tanah;

Lubang resapan sebaiknya berdiameter 10 cm dengan kedalaman lubang 100 cm atau tidak melebihi kedalaman air permukaan air bawah tanah. Dengan diameter lubang resapan yang cukup kecil dan terjadinya peningkatan laju peresapan air karena adanya proses pembentukan biopori melalui permukaan resapan, maka teknologi peresapan air demikian diperkenalkan sebagai lubang resapan biopori (LRB)

Keunggulan dan Manfaat LRB
Air meresap ke dalam tanah melalui permukaan resapan. Permukaan resapan dapat diperluas dengan membuat lubang secara vertikal ke dalam tanah. Dengan adanya lubang ini maka permukaan resapan menjadi bertambah karena adanya dinding lubang yang akan dapat meresapkan air ke samping melalui permukaan dinding lubang tersebut. Pada kondisi tanah tertentu, perbandingan antara volume air yang harus meresap melalui permukaan resapan dapat menentukan besarnya laju resapan.

Secara fisik peningkatan volume air yang masuk melalui permukaan resapan akan menurunkan laju resapan karena meningkatnya beban resapan. Hal ini ditandai dengan lebarnya zone jenuh air di sekitar permukaan resapan yang mengakibatkan laju pergerakan air minimum. Keadaan jenuh air pada lubang yang terlalu lama tidak mendukung berkembangnya keanekaragaman hayati dalam tanah, terutama fauna tanah yang memerlukan oksigen, air, dan makanan yang cukup. Berkurangnya populasi dan aktivitas fauna tanah menyebabkan biopori di dalam tanah berkurang.

Kondisi ini terjadi pada teknologi peresapan air konvensional yang umumnya didesain untuk meresapkan air hujan dengan bidang tampungan yang relatif besar, seperti situ, kolam, dan sumur resapan. Dengan demikian teknologi peresapan air konvensional hanya mengandalkan proses fisik saja, karena proses biologis menjadi terhambat akibat kelebihan air, kekurangan oksigen dan bahan organik sebagai sumber energi dan unsur hara mereka.

Teknologi lubang resapan biopori (LRB), dikembangkan berdasarkan prinsip menjaga kesehatan ekosistem tanah untuk mendukung adanya keanekaragaman hayati dalam tanah oleh tersedianya cukup air, udara, dan sumber makanan (bahan organik). LRB dibuat dengan menggali lubang kecil ke dalam tanah (diameter 10 cm dalam <>
Fauna tanah akan masuk ke dalam LRB yang berisi sampah organik untuk berlindung dari ancaman pemangsanya. Mereka berkembang biak dan bekerja membuat biopori yang dapat memperlancar peresapan air dan oksigen dalam lubang melalui permukaan resapan yang diperluas oleh adanya dinding LRB. Sampah organik dikunyah, dimakan, dicampur-adukkan dengan mikroba yang secara sinergi dapat mempercepat terjadinya proses pengomposan. Dengan demikian LRB mempunyai kelebihan selain secara fisik dapat mengurangi beban resapan, secara biologis dapat memperbaiki laju peresapan air dan sekaligus dapat mempermudah pemanfaatan sampah organik untuk memperbaiki ekosistem tanah dan mengurangi resiko pencemaran tanah, air dan udara.


Manfaat ganda yang diharapkan dengan pembuatan LRB di kawasan pemukiman, antara lain:
1. Meningkatkan laju peresapan air ke dalam tanah.
2. Memudahkan pemanfaatan sampah organik untuk memperbaiki ekosistem tanah
3. Mengurangi emisi gas-gas rumah kaca (CO2 dan Metan).
4. Mengurangi perkembangan penyakit yang dipicu oleh adanya genangan air dan tumpukan sampah organik.

Air hujan merupakan sumber utama air bersih di kawasan pemukiman. Dengan meresapkan air hujan ke dalam tanah, air hujan yang hanya terdiri dari H2O akan melarutkan ion-ion menjadi air mineral yang dibutuhkan untuk kehidupan. Peresapan air hujan di kawasan pemukiman perlu diupayakan untuk menggantikan air tanah yang terus berkurang oleh perkolasi (pergerakan air bebas ke tempat yang lebih rendah), penguapan, transpirasi, dan diambil untuk berbagai keperluan. Pengurangan air dalam tanah yang terus menerus tanpa upaya penambahan kembali dalam waktu yang lama, akan menyebabkan pengurangan kelembaban tanah dalam pori mikro dan cadangan air bebas dalam pori makro.

Pengosongan pori mikro dapat menyebabkan keretakan tanah. Pengurangan cadangan air bebas dalam tanah akan menyebabkan berkurangnya gerakan air kapiler untuk mempertahankan kelembaban tanah, dan mengakibatkan pengurangan isi pori makro yang pada gilirannya dapat memicu terjadinya penurunan permukaan tanah (subsidence). Fenomena berkurangnya cadangan air bawah tanah yang nyata akibat bertambah luasnya kawasan pemukiman telah dirasakan melalui makin sulitnya memperoleh sumber air bersih pada musim kemarau, serta terjadinya penurunan permukaan tanah dan intrusi air asin yang makin jauh di kawasan pantai.

Peresapan air ke dalam tanah juga sangat penting untuk menghindari terjadinya aliran permukaan yang dapat mengangkut lapisan tanah yang subur, dan berbagai jenis limbah (cair maupun padatan) yang dapat mencemari lingkungan. Pengumpulan aliran permukaan yang meningkat dapat merusak saluran-saluran drainase alami maupun buatan, dan bila melebihi daya tampungnya akan meluap menjadi banjir yang meluas.

LRB dapat dibuat untuk meresapkan air ke dalam tanah dengan penambahan luas permukaan resapan vertikal, dan pembentukan biopori di dalam tanah. Dengan demikian tidak menyebabkan pengurangan permukaan lahan yang diperlukan untuk tapak bangunan dan prasarana lainnya di kawasan pemukiman. Dengan melibatkan terjadinya proses fisik dan biologis pada kondisi yang tidak menimbulkan peningkatan beban lingkungan, maka air yang meresap ke dalam LRB akan mengalami proses pengolahan menjadi sumber air bersih secara alami.

Setiap rumah tangga yang menghuni kawasan pemukiman akan menghasilkan sampah organik baik sampah dapur maupun sisa tanaman dari pot dan halaman/pekarangan. Sampah organik merupakan sumber makanan (energi dan unsur hara) yang sangat dibutuhkan oleh beraneka ragam biota tanah. LRB dapat mempermudah pemanfaatan sampah organik, dengan memasukkannya ke dalam tanah untuk menghidupi biota dalam tanah. Fauna tanah dapat memproses sampah tersebut dengan mengunyah (memperkecil ukuran) dan mencampurkan dengan mikroba tanah yang secara sinergi dapat mempercepat proses pengomposan secara alami.

Dengan sumber makanan yang cukup dari sampah organik sebagian fauna tanah seperti cacing tanah bekerja membentuk biopori dan menghasilkan kotoran cacing (casting). Laju peresapan air ke dalam tanah dapat memelihara kelembaban sampah organik dan tanah disekitar LRB, sehingga proses pengomposan terjadi secara aerobik (cukup oksigen). Campuran kompos, casting dan bahan tanah halus yang masuk dalam lubang dapat dipanen bersamaan dengan pemeliharaan LRB. Baik sampah organik yang dimasukkan dalam lubang maupun kompos dan casting yang dihasilkan dapat memperbaiki dan memelihara keaneka-ragaman hayati tanah yang penting untuk perbaikan ekosistem tanah di kawasan pemukiman.

Melalui proses pengomposan aerobik sebagian karbon (C) menjadi organ tubuh beraneka-ragam biota tanah, dan sebagian diubah menjadi humus. Penentuan Lokasi Pembuatan LRB Pemilihan lokasi untuk penempatan LRB boleh dikatakan merupakan kunci sukses dari model resapan ini. Lokasi harus dipilih di tempat yang sesuai, baik dari segi fisik, artistik, maupun keamanan. Segi Fisik Seperti diungkapkan sebelumnya LRB adalah lubang untuk meresapkan air, oleh karena itu sangat dianjurkan bahwa lokasi LRB seharusnya berada di tempat-tempat dimana air akan terkumpul pada saat hujan berlangsung. Lokasi seperti ini biasanya akan berupa cekungan atau berupa alur. Secara umum hal demikian akan terlihat pada saat hujan berlangsung, yaitu berupa daerah-daerah genangan.

Adanya daerah tergenang yang terbentuk pada saat hujan menunjukkan bahwa tempat tersebut merupakan cekungan tempat air berkumpul. Dengan demikian bila LRB dibuat di lokasi tersebut maka akan efektif Pada prakteknya LRB tidak harus dibuat di tempat-tempat dengan mengandalkan pada bentukan alam seperti di atas. Bila di lokasi yang akan diberi LRB tidak terdapat cekungan atau alur air, maka perlu dibuat. Prinsip dasar pembuatannya adalah mengarahkan air sedemikian rupa sehingga air akan mengalir ke LRB yang dibuat. Disain dari alur atau daerah tangkapan air ini sebaiknya disesuaikan dengan disain taman atau lansekap yang sudah ada.

Segi Artistik Lubang Resapan Biopori tidak hanya dibuat satu buah, tapi dibuat sebagai kompensasi terhadap pengerasan atau bidang kedap yang ada. Pengerasan atau bidang kedap ini bisa berupa tapak bangunan (rumah), halaman yang diperkeras, jalan beraspal atau bentuk-bentuk penutupan permukaan tanah lain yang menghalangi air (hujan) untuk masuk kedalam tanah Rata-rata untuk setiap 100 m2 bidang kedap atau pengerasan perlu dibuat hingga 30 buah LRB. Mengingat relatif banyaknya LRB yang harus dibuat maka konfigurasi penempatannya perlu disesuaikan dengan disain taman atau lansekap yang ada. Idealnya bahkan penempatan LRB ini sudah diintegrasikan pada rancangan awal disain taman yang bersangkutan.

Beberapa alternatif penempatan LRB diantaranya adalah pada:
1. Perubahan kontur taman
2. Tepi taman dengan bidang kedap
3. Di sekeliling pohon
4. Saluran pembuangan air (sehingga kelak berubah menjadi saluran peresapan air) P

Pembuatan LRB di taman rumah mempunyai manfaat ganda. Selain sebagai sarana peresap air, juga sebagai tempat “membuang” sampah organik asal taman rumah itu sendiri selain yang berasal dari limbah organik rumah tangga lainnya Sisa pangkasan tanaman, daun-daun yang gugur dan serasah yang terserak akan dapat langsung dibuang ke LRB yang ada disekitar taman. Selain dapat menjaga kebersihan taman sehingga tetap asri, secara tidak langsung juga merupakan sarana pengembalian unsur hara (pupuk) kedalam tanah yang bersangkutan sehingga kesuburan tanahnya akan senantiasa terjaga.

Segi Keamanan LRB berupa lubang-lubang menganga, meskipun hanya berdiameter 10 cm, dapat saja memicu kecelakaan berupa kaki terperosok. Oleh karena itu penempatan yang baik akan dapat menghindari kejadian seperti ini. Tidak dianjurkan menempatkan LRB di tempat lalu lalang orang, atau di tengah lapangan bermain anak-anak. LRB sebaiknya ditempatkan pada alur-alur yang sengaja dibuat sebagai pengumpul air antara sebelum masuk kedalam LRB. Dengan ditempatkan pada alur orang cenderung tidak akan mendatanginya, karena pada umumnya mereka tidak suka berjalan di alur. Peletakkan di sekitar tanaman di taman juga akan menghindari kaki terperosok, karena tempat-tempat seperti itu bukan merupakan tempat lalu lalang. Pembuatan LRB A.

Peralatan Yang Digunakan Pada dasarnya membuat LRB dapat dilakukan dengan peralatan apapun selama alat tersebut dapat menciptakan lubang dengan diameter 10 cm dan kedalaman hingga 100 cm. Bambu, linggis, potongan besi atau cangkul kecil dapat dijadikan alat untuk membuat lubang LRB. Meskipun demikian, untuk membuat lubang dengan diameter kecil tapi dalam sering menemui berbagai kendala. Oleh karena itu Tim Biopori IPB telah menyiapkan alat berupa bor tanah manual untuk membantu dan mempermudah pembuatan lubang LRB . Bor ini telah didisain agar mampu melakukan pekerjaan diatas dengan mudah. Seseorang dapat membuat lubang LRB dengan bor tersebut hanya dalam waktu 10 menit., bahkan seorang ibu rumah tanggapun dapat melakukannya dengan mudah B. Jumlah LRB Yang Diperlukan
Banyaknya lubang resapan yang perlu dibuat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: Sebagai contoh untuk daerah dengan intensitas hujan 50 mm/jam (hujan lebat), dengan laju peresapan air perlubang 3 liter/menit (180 liter/jam) pada 100 m2 bidang kedap perlu dibuat sebanyak (50 x 100): 180 = 28 lubang. Bila lubang yang dibuat berdiameter 10 cm dan kedalaman 100 cm, maka setiap lubang dapat menampung 7,8 liter sampah organik.
Bila sampah organik rumah tangga rata-rata dihasilkan sebanyak 3 liter per hari, berarti tiap lubang dapat diisi sampah organik selama 2-3 hari. Dengan demikian, 28 lubang LRB baru dapat dipenuhi sampah organik yang dihasilkan selama 56 – 84 hari. Pada selang waktu ini sebagian dari lubang tersebut sudah mengalami dekomposisi secara alami, sehingga boleh dikatakan lubang-lubang tersebut pada prinsipnya tidak akan pernah penuh. C.

Pembuatan LRB
Pada tulisan ini hanya akan diterangkan cara pembuatan LRB dengan bor LRB. Cara lain dapat mengikuti petunjuk dari alat yang digunakan.

  1. Pembuatan LRB diawali dengan penetapan lokasi yang sesuai.
  2. Selanjutnya siapkan bor LRB berikut perlengkapan lainnya, seperti seember air berikut gayung, pisau atau sendok semen untuk membersihkan tanah dari bor, sedikit semen, pasir, dan sepotong PVC ukuran 3.5’ dan kantong plastik/kertas yang tidak terpakai. untuk mencetak penguat bibir LRB.
  3. Bila tanah yang akan dibor dalam kondisi kering maka basahi terlebih dahulu tanah tersebut dengan segayung air.
  4. Selanjutnya posisikan mata bor pada permukaan tanah tersebut.
  5. Tegakkan tangkai bor secara vertikal dan mulailah memutar stang bor searah jarum jam disertai dengan menekan bor tersebut kedalam tanah.
  6. Setelah bor masuk sedalam 20 cm atau setelah mata bor terlihat penuh dengan tanah, tarik keluar bor tersebut.
  7. Pada saat menarik ke atas, bor tetap diputar serah jarum jam. Jangan diputar berlawanan arah, karena dapat menyebabkan tanah terlepas dari mata bor dan jatuh kedalam tanah.
  8. Dengan menggunakan pisau atau sepotong kayu/bambu atau sendok semen, bersihkan mata bor sehingga terbebas dari tanah.
  9. Lanjutkan kembali pemboran. Setiap kali mata bor penuh terisi tanah, atau setiap kali bor menembus 20 cm, pemboran dihentikan dan mata bor dibersihkan.
  10. Begitu seterusnya hingga mencapai kedalaman yang diinginkan, yaitu 100 cm atau kurang bila permukaan air bawah tanahnya lebih dangkal dari 100 cm.
  11. ila tanah kering sehingga berat pada saat dibor, dianjurkan untuk menyiramnya dengan air terlebih dahulu.
  12. Setelah lubang LRB siap, segera lubang tersebut diisi dengan sampah organik. Sedapat mungkin hingga penuh. Bila sampah organik tersebut belum tersedia dalam jumlah memadai untuk memenuhi lubang, sampah sementara cukup disumpalkan saja di bagian teratas lubang sehingga tertutup.
  13. Untuk menjaga kestabilan lubang LRB, bibir lubang dapat diperkuat dengan adukan semen dan pasir. Caranya masukan potongan PVC kedalam LRB sedalam 5-10 cm. Bila perlu bagian atas lubang diperlebar terlebih dahulu sekitar 2-3 cm sebagai tempat bertambatnya adukan. Sebelum dimasukan pipa PVC bagian bawah dilapisi plastik atau kertas agar semen tidak melekat langsung pada pipa. Setelah pipa tepat diposisinya sisipkan adukan semen dan pasir disekiling pipa tersebut. Ratakan permukaannya sehinga sama rata dengan permukaan di sekitarnya. Kemudian biarkan hingga kering. Bila penguat bibir lubang sudah agak mengeras pipa PVC bisa dicabut dari tempatnya (Gambar) dan digunakan untuk mencetak penguat di lubang yang lain.


Pemeliharaan LRB

A. Penambahan Sampah Organik

Sampah organik berupa sampah dapur, sisa pangkasan tanaman atau daun yang berjatuhan merupakan bahan utama agar LRB berfungsi. Bahan-bahan ini secara rutin perlu ditambahkan ke dalam LRB. Penambahan diperlukan karena sampah yang sebelumnya dimasukkan ke dalam LRB akan mengalami pelapukan dan dikonsumsi oleh biota tanah, sehingga dengan bertambahnya waktu sampah organik di dalam LRB akan berkurang.


B. Memanen Kompos

Bahan organik yang dimasukkan kedalam LRB selain dikonsumsi biota tanah juga secara alami mengalami proses pelapukan/dekomposisi. Hasil akhir dari proses ini berupa kompos. Kompos yang dihasilkan secara periodik dapat dipanen. Pemanenan dapat dilakukan dengan menggunakan bor LRB, atau cara lain yang dianggap mudah. Meskipun demikian karena tujuan utama dari LRB adalah sebagai peresap air, maka pemanenan kompos sebaiknya dilakukan pada musim kemarau, di saat LRB tidak begitu aktif meresapkan air. Hal ini dilakukan agar tidak mengganggu aktifitas biota tanah di dalam LRB pada saat diperlukan.


Penutup

Dengan tersedianya teknik sederhana yang mudah dan murah seperti LRB seyogyanya tidak ada lagi alasan bagi warga masyarakat dimanapun untuk tidak membuat resapan air buatan di halaman rumahnya. Pembuatan resapan air buatan ini adalah sebagai kompensasi terhadap bidang kedap yang telah dibuat di permukaan lahan yang telah menghalangi kesempatan air hujan untuk masuk kedalam tanah dan menjadi cadangan air tanah.


Dengan manfaat ganda dari LRB sebagai tempat “pembuangan” sampah organik rumah tangga, diharapkan pada suatu saat nanti tidak akan ada lagi sampah organik yang keluar dari lingkungan rumah. Dengan demikian akan dapat mengurangi beban pada tempat pembuangan sampah antara atau akhir. Kompos yang dihasilkan dari LRB dan pilahan sampah anorganik dapat saja dijadikan sumber penghasilan tambahan bagi rumah tangga bersangkutan. Hal ini akan sangat tergantung pada keingingan dan kreatifitas masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar